Selasa, 05 Juli 2011

TERRARIA









Terraria adalah permainan jenis action sandbox RPG. Anda bisa membuat rumah, bertempur lawan boss, mining, dsb




Dimana saya bisa mendapatkan game ini




Bisa beli disini : http://store.steampowered.com/app/105600/ harganya 10 dollar
Atau sedot versi pak tani : http://www.mediafire.com/?qul6a6ic0o4d8ub

oh iya, hampir kelupaan. Game ini butuh .NET framework 4 dan XNA framework 4







Bagaimana cara memainkan game ini




Kontrol default :
A = Kiri
D = Kanan
S = Ke bawah
Space Bar = loncat
Esc = buka inventory
Klik kiri = menggunakan barang
Klik kanan = Interaksi dengan objek yang ada di dunia
angka 1-0 = Pegang barang yang ada di quickslot
Q = buang barang




http://wiki.terrariaonline.com/




Multiplayer (With Hamachi)




1. Download Hamachi (https://secure.logmein.com/products/.../download.aspx)
2. Bikin group hamachi
3. Host server multiplayer. Game akan otomatis menggunakan IP Hamachi
4. Coba join room







heheh ada sedikit pertolongan ni ...yang kebingungan pengen player yang dahsyat




May 18th, 2011 at 10:46 am -


1. Back up your current player1.plr file (found in C:\Users\admin\Documents\My Games\Terraria\Players) assuming the usename of your windows logon is ‘admin’


2. Move the one provided in the download link to the above file location, replace your current player1.plr


3. Run your game.


4. select the first one in the list


http://www.mediafire.com/?56vx2weq254niu5


Alternatively, load this player save as mentioned in the steps above. Place all of the items in the numbers of chests you have in your inventory, and then re-log your previous character into the world with those items.

Minggu, 03 Juli 2011

9 Mata Uang Dengan Sejarah Teraneh Yang Pernah Dibuat

9. Uang dari lembaran kayu (Jerman)
Pernah digunakan sebagai uang darurat di jerman semasa pemulihan pasca Perang Dunia I. Saking daruratnya, uang dicetak juga dari alumunium foil, kain sutra, bahkan kartu remi sisa-sisa perang. Seorang kolektor pasti bakal berani membayar mahal untuk uang2 aneh ini, yang paling mahal adalah batu yang dicetak jadi uang koin pada masa tersebut.


8. Uang dengan ancaman hukuman mati (amerika, saat masih dijajah inggris)
US Dollar memang telah menjadi mata uang yang paling stabil dan dianggap sebagai safe heaven currency. Jika dilihat dari sejarahnya, mata uang ini telah banyak berpengalaman dalam memerangi para pemalsu. Pada masa-masa awal penjajahan Inggris, sangatlah mudah untuk mencetak uang karena banyak alat cetak beredar dan desain cetakan uang tidaklah terlalu rumit seperti sekarang.

Tapi saking mudahnya, para pemalsu juga bisa mencetak sendiri. Bagaimana cara pemerintah saat itu untuk memberikan ancaman keras kepada para pemalsu? Dengan mencetak “To Counterfeit is Death” atau hukuman mati untuk pemalsuan. Sepertinya daripada “In God We Trust” lebih cocok “In The Death Penalty We Trust”.

Kalau inget, pada era 90an ke bawah di negara kita uang kertasnya juga masih mencantumkan ancaman… ada yang inget ancamannya?


7. Uang kumpulan voucher (vietnam)
Jika kita pernah berpikir bahwa uang bisa membeli segalanya, ternyata tidak. Uang Vietnam di tahun 70an ini berlaku sebagai kumpulan potongan voucher yang hanya bisa digunakan untuk membeli pakaian dan perlengkapannya.

Mungkin jika kita harus memotong salah satu bagian untuk membayar baju, sebagian lagi untuk membayar celana, dan sebagian lagi untuk ikat pinggang.


6. Mata Uang berbentuk komoditas
Garam adalah salah satu barang tertua yang digunakan sebagai pembayaran. Sebenarnya, kata “salary” (gaji) berasal dari bahasa Latin “salarium” yaitu uang yang telah dibayarkan kepada prajurit Roma untuk membeli garam.

Garam juga juga digunakan sebagai alat tukar (mata uang) utama di gurun Sahara selama berabad-abad, dan digunakan secara luas di seluruh Afrika Timur. Biasanya, seseorang pada masa itu akan menjilati garam satu blok untuk memastikan garam tersebut asli dan memutuskan untuk membuat pecahan dari blok itu sebagai pecahan uang kecil.

Balok garam pada gambar berusia 1500 tahun.

Mata uang unik lainnya adalah :
* “RENG”, uang berbentuk bola benang yang dibungkus dalam sabut kelapa. Digunakan jama dulu di Kepuluan Solomon.
* Kakao digunakan di seluruh Meksiko dan Amerika Tengah
* Keju Parmigiano Reggiano , bahkan bisa digunakan sebagai jaminan pinjaman di Italia


5. Uang pecahan terbesar (Hungaria)
Inilah pecahan mata uang pemegang rekor sampai saat ini. Dicetak oleh Hungaria pada tahun 1946 dengan nominal 100,000,000,000,000,000,000 Pengo. Ya! Seratus juta triliun Pengo dengan kurs saat itu hanya sekitar 20 US cent. Lihat saja, sampai jumlah nolnya pun tidak mungkin tercetak di sana.


4. Modifikasi Uang Karena Kudeta (Zaire)
Saat rezim Joseph Mobutu dikudeta pada tahun 1997 di Zaire (yang sekarang bernamaThe Democratic Republic of the Congo) Pemerintahan yang baru saat itu terlalu sibuk untuk mendesain dan mencetak uang baru selain karena jumlah uang saat itu terbatas pula.


3. Kulit tupai (Rusia)
Di beberapa abad silam, kulit tupai merupakan uang yang sah digunakan di Rusia. Bahkan beberapa bagian dari tupai mati ini seperti kuping, hidung, dan kuku-kukunya berfungsi sebagai “receh”. Kemungkinan Rusia saat itu bisa terbebas dari penyakit-penyakit yang ditularkan satwa.


2. Koin perak plus bonus air suci (Kep. Palau)
Jika di uang kertas USD ada “In God We Trust”, negara kepulauan Palau selangkah lebih maju. Negara ini pada tahun 2007 mencetak koin perak dengan gambar perawan suci dan menyertakan bonus botol kecil berisi beberapa tetes air suci dari sebuah mata air suci di Lourdes Perancis.

Negara ini pernah pula menyertakan mutiara, bahkan batu meteor pada uang koinnya. Perak dan air suci, hmm apakah negara ini ada masalah dengan serangan vampire dan werewolf ?


1. Uang dari batu (Pulau Yap, Kep. Solomon)
Di pulau Yap, sebuah pulau di Kepulauan Solomon, Anda akan menemukan “uang” terbesar dan teraneh di dunia : batu rai (semacam batu kapur). Uang ini berbentuk lingkarang dengan diameter 12 kaki dan berat 8 ton.

Entah sejarah atau kepercayaan apa yang menyebabkan masyarakat di Pulau Yap ini sangat mensakralkan batu ini, mungkin sama seperti masyarakan modern sangat mengagungkan batu emas.

Karena jenis batu ini tidak bisa ditemui di Pulau Yap, masyarakat Pulau Yap rela mengorbankan nyawa mereka untuk berpetualang mencari batu ini.

Tahukah kamu? Nilai nominal dari batu ini dinilai bukan hanya berdasarkan ukuran, tapi juga dinilai berdasarkan pengorbanan mendatangkannya ke Pulau Yap, termasuk jumlah nyawa yang melayang karena pengorbanan tersebut.

Karena bentuknya besar, uang ini dibiarkan tergeletak di luar rumah pemiliknya, bahkan kadang di hutan. Meski tergeletak di mana saja, orang2 pasti mengetahui siapa pemiliknya saat ini. Apabila terjadi pergantian kepemilikan, akan dilakukan dalam upacara tertentu.

Tentu saja itu jaman dulu. Pemerintah setempat telah melarang batu-batu uang ini keluar dari Pulau. Tapi setidaknya kamu bisa jumpai uang antik ini di lobi Bank of Canada di Ottawa.

Sabtu, 02 Juli 2011

Masihkah anak anda menonton “Teletubbies”?




Assalamu’alaikum wr wb
Walaupun berita & artikel ini sudah cukup lama, namun apa salahnya saya postingkan di Swaramuslim sekedar mengingatkan kita semua akan bahaya “menonton Teletubbies” terutama bagi anak anak dikalangan umat Islam.
Walaupun kelihatan sepintas lucu, namun dibalik film tersebut tersembunyi pesan pesan Kampanye Homoseks, sehingga telah menimbulkan reaksi diberbagai dunia. Sebagian besar negara Eropah, negara Islam, Malaysia dan bahkan Singapore telah melakukan banned atas penayangan film, cuma justru lucunya tidak ada satupun organisasi Islam di Indonesia / MUI melakukan hal itu. Apakah karena terlalu sibuk??
Namun sampai saat ini walaupun penayangan di TV sudah tidak adalagi (karena sudah habus serialnya) namun kelihatannya “Teletubbies” sudah menjadi Trade Mark terbukti dengan penggunaan maskot & attributnya dalam berbagai produk anak anak (baju, kue Ul-Tah, Kaos dll) masih sering kita jumpai. Mohon sebarkan artikel ini kepada saudara saudara kita, aqidah islam tidak ada yang basi, semoga info ini bermanfaat
Wassalam

Kampanye Homoseks Teletubbies

Seorang Pendeta terkemuka di Amerika menguraikan misi homoseks di balik tayangan lucu Teletubbies. Kontroversi meluas. Singapura melarang penayangannya. Indonesia?
“Suka nonton Teletubbies?” Bila pertanyaan itu dilontarkan kepada anak-anak, niscaya akan dijawab ‘ya’. “Bagus sih. Lain sama Pokemon atau Shinchan yang jorok,” kata Eki, murid kelas IV sebuah SD di Rawamangun, Jakarta.
Saat ini, tontonan yang diputar hampir saban hari di Indosiar itu memang sedang digandrungi anak-anak. Television in the tummy of the babies (disingkat Teletubbies, televisi di perut para bocah) adalah film yang menampilkan empat tokoh boneka gendut (tubby) dan lucu bernama Tinky-Winky (berwarna ungu), Dipsy (hijau), Laa-Laa (kuning), dan Po (merah). Di kepala empat sekawan itu ada antena, yang menandakan bahwa televisi memang sudah menjadi bagian tak terpisahkan bagi anak-anak. Rumahnya berupa lapangan golf yang hijau dan sejuk, disebut Teletubbyland. Di situ ada kincir angin, televisi, kelinci, pancuran air, yang selalu disinari matahari berwajah bayi imut-imut.
Film rekaan Anne Woods dan Andrew Davenport yang pertama kali muncul di Inggris tahun 1995 itu tak sekadar nongol di televisi. Pernik-perniknya juga membanjir di toko mainan, toko buku, mal, pasar, sampai perempatan lampu merah. Bentuknya bisa komik, kartu, boneka, VCD, gantungan kunci, stiker, sikat gigi, tempat nasi, handuk, pigura, dan berbagai asesoris peralatan sekolah. Bahkan kini telah terbit majalah Teletubbies. Pendeknya, sang idola itu bisa menyapa anak-anak di mana saja, kapan saja. Tak mengherankan bila anak-anak begitu akrab.
Cuma, ada satu hal yang agaknya sulit dikenali anak-anak pada umumnya, yakni jenis kelaminnya. Sebab, kostumnya sama, aktivitasnya pun tak berbeda. Robbi Mighfari dan Balivia Andi Permata, murid-murid sebuah TK di Surabaya, mempunyai jawaban berbeda ketika ditanya mana dari anggota Teletubbies yang perempuan. Robbi menjawab Po. “Sebab Po kan warnanya merah,” alasannya. Tapi menurut Balivia justru Tinky-Winki-lah, si ungu, yang perempuan.
Bagi Eki, yang paling membingungkan adalah sosok Tinky-Winky, anggota Teletubbies yang paling besar. “Dia itu laki-laki, tapi kadang tingkahnya kayak cewek. Suka mbawa tas dan bunga. Kayak orang banci,’ ujarnya.
Di Barat identitas Teletubbies memang sempat menjadi perdebatan heboh. Bermula dari pendapat Pendeta Jerry Falwell dalam sebuah tulisan di National Liberty Journal (Februari 1999) yang menilai Teletubbies membawa misi homoseksualitas lewat tokoh Tinky-Winky. Alasannya? “Tinky-Winky berwarna ungu warna kebanggaan kaum gay dan mempunyai antena segitiga terbalik di kepalanya simbol kebanggaan gay,” kata Falwell.
Majalah Time edisi 12 Oktober 1998 juga menyatakan hal yang sama. Di situ dilaporkan bahwa Tinky Winky yang membawa tas/dompet merah merupakan ikon kaum gay di Inggris. Identitas tokoh-tokoh Teletubbies memang tidak jelas. Perbedaan gender hanya digambarkan secara samar dengan suara dan pilihan warna: ungu dan hijau muda untuk laki-laki, merah dan kuning untuk perempuan. Dan di mata Falwell, ini dianggap sebagai pembenaran terhadap aktivitas homoseksual dan biseksual.
Kalangan rohaniwan Kristen menilai, indoktrinasi dini terhadap anak batita (di bawah tiga tahun) lewat Teletubbies akan menyebabkan anak tak bisa membedakan mana laki-laki mana perempuan. Lebih berbahaya lagi kalau anak sudah dicekoki nilai: boleh saja laki-laki sekali-sekali menjadi perempuan, dan sebaliknya. “Diluncurkannya Teletubbies adalah khusus untuk berkomunikasi dengan balita guna memasukkan nilai homoseksualitas. Dengan cerita berbahasa bayi, digambarkan bahwa perilaku homo dan biseks adalah wajar,” masih kata Falwell.
Menurut psikolog pendidikan Elzim Khosyiyati, ketidakjelasan identitas ini berbahaya bagi perkembangan psikis anak-anak. “Itu sama dengan mengaburkan esensi dari nilai pendidikan anak yang harus jelas dan tegas,” ujar Elzim yang juga aktivis Lembaga Pendidikan Islam Dwi Matra, Surabaya.
Hal senada ditulis Berit Kjos di situs Edutainment. Menurutnya, secara tidak disadari, anak-anak dibentuk Teletubbies untuk bisa menerima kelainan-kelainan perilaku seksual seperti biseksual, homoseksual, dan lesbian sebagai sesuatu yang wajar. Juga, anak-anak dibentuk untuk menjadikan televisi sebagai dunia mereka. Pendapat Kjos ini sama dengan pandangan umum kaum ibu di Inggris yang menilai Teletubbies mensosialisasikan televisi kepada anak-anak dalam usia terlalu dini.
Tuduhan bahwa Teletubbies membawa misi gay segera ditentang keras oleh Ragdoll Productions dan koleganya, produser film ini. Juru bicara untuk Itsy Bitsy Entertainment Co., pemegang lisensi Teletubbies di AS, berdalih bahwa dompet Tinky Winky adalah tas ajaib. “Sebenarnya yang dibawa tak menunjukkan dia gay. Ini adalah pertunjukan anak-anak, cerita,” kata Steve Rice seperti dikutip Associated Press (1999).
Yang paling keras menentang Falwell tentu saja kalangan gay. Dalam sebuah wawancara diCBS, Joan Garry yang mewakili Aliansi Gay dan Lesbian, dengan nada cemooh menganggap Falwell sebagai penuduh yang pandir. Sedangkan Michael Colton di harian New York Observer menganggap tuduhan itu sebagai hal yang terlampau aneh dan mengerikan. Stan Yann dalam The Voice malah balik menuduh Falwell sebagai pendeta gemuk seperti Teletubby (tubby= gemuk) yang bodoh.
Namun pendapat Falwell tidak salah bila kita cermat melihat adegan film Teletubbies. Tingkah laku si Ungu memang seperti seorang gay. Dia suka bunga, membawa dompet warna merah, gerak tariannya dan nada nyanyiannya. Sebuah kebiasaan orang perempuan. Padahal keterangan resmi yang dikeluarkan sebuah produsen acara teve anak-anak PBS kids, jenis kelamin Tinky Winky adalah male (laki-laki).
Tinky Winky juga tak segan-segan berebut rok dengan Po. Saat rebutan itu terjadi, ‘dewa’-nya Teletubbies matahari bermuka bayi lucu lalu mengatur agar yang berebut rok itu memakainya secara bergantian. Dewa bayi itu seolah menjadi ‘tuhan’ yang menganjurkan perilaku seks menyimpang.
Kalangan orang tua juga mesti waspada dengan adegan ‘berpelukan’ yang selalu dilakukan empat sekawan itu di akhir acara. Menurut Elzim, pelukan di antara anggota keluarga wajar, dan baik baik. Namun efek adegan berpelukan Teletubbies sangat didasari kebudayaan Barat. Ibu dua anak ini sekarang kerap menjumpai kecenderungan anak-anak di sekolah yang gandrung Teletubbies sering melakukan pelukan kepada kawan perempuan maupun lelaki, baik berlawanan jenis maupun tidak. “Di satu sisi memang bisa mengakrabkan, tapi di sisi lain bila perilaku ini terus-menerus dilakukan bisa fatal akibatnya. Anak-anak akan terbiasa melakukan pelukan dan ciuman dengan siapa saja tanpa pandang bulu.”
Dampak lebih jauh, bila yang gandrung adalah anak laki-laki, akan berbahaya. “Anak laki-laki yang suka boneka Teletubbies akan terpengaruh seperti jiwa anak perempuan, bahkan bisa saja kemudian hari memperlakukan dirinya seperti perempuan atau waria,” jelas Elzim.
Tidak hanya ajaran gay. Cara bicara tokoh Teletubbies yang cedal pun banyak diprotes kalangan ibu-ibu di Inggris. Misalnya pelafalan kata ‘Halo’ menjadi ‘Ee-o’. Menurut Elzim Khosyiyati, bahasa cadel semacam itu tidak baik bagi proses pembelajaran kemampuan verbal anak. “Kita seharusnya mengajarkan pesan verbal secara tegas dan jelas kepada anak,” ujarnya.
Meski penuh kontroversi, Teletubbies terus melaju tinggi. Ia telah mendatangkan keuntungan 80-an juta poundsterling bagi Ragdoll Productions dan BBC Worldwide, produsernya. Kini 45 negara di dunia menyiarkan serial anak-anak yang ternyata mengusung misi kaum Nabi Luth ini, dan menjadi terpopuler di dunia.
Bagi negeri yang peduli terhadap anak-anak, Teletubbies dilarang. Di Singapura, serial Tinky-Winky dan kawan-kawan ini tidak ditayangkan karena dianggap berpengaruh buruk terhadap perkembangan jiwa anak. Bagaimana di Indonesia yang mayoritas beragama Islam? (akbar, pambudi)

Teletubbies Digugat, Menyebarkan Tradisi Gay?

Lucu amat mereka yaaa, imut-imut gemas dan empuk. Itu yang kita bayangkan ketika melihat 4 sosok selebritis baru kesukaan anak batita. Setiap ke pasar, pasti anak merengek minta dibelikan boneka salah satu dari 4 tokoh tsb. Entah yang Ungu (Tinky Winky, paling besar), Hijau muda (Dipsy), Kuning (La Laa) maupun Merah (Po, paling kecil). Saya hafal karakter-karakter mereka sampai kepada model antena di kepala masing-masing adalah karena diprotes anak-anak. Tinky Winky antenanya adalah segitiga terbalik, Dipsy lurus seperti tongkat mencuat ke atas, La Laa melingkar seperti pegas dan Po antenanya seperti bulatan cincin. Beberapa produsen boneka ‘aspal’ (asli palsu) meniru dengan tidak tepat, sehingga ketika saya membelikan anak saya, saya diprotes: ” Nggak cocok Ummi…., antena Po bukan seperti tongkat, tapi Dipsy yang begitu.” Apalah artinya mainan.
Kemudian berlanjut dengan membeli VCD nya. Lucu-lucu blo’on, khas anak baru belajar bicara. Dengan satu catatan: suara yang dipakai adalah suara dewasa yang berlogat celat, sehingga kesan saya: koq seperti orang cacat mental? Tetapi sekali lagi: Apalah artinya mainan. Apalagi memang sarat fantasi ruang angkasa dengan gambaran rumah yang seperti pesawat ruang angkasa dan segala pernak pernik khayalan termasuk matahari dengan wajah bayi di tengah-tengahnya.
Jalan ceritanya pun amat-amat sederhana: mengenalkan berbagi mainan, mengenalkan bermain bersama, mengenalkan bahwa setiap orang punya barang kesukaan (my favorite things)…. Begitu sederhana sampai bungsu saya yang belum dua tahun sudah bisa menirukan kata-kata mereka yang khas : “A-oo” sambil menutup mulut. Itu adalah ritual Teletubbies jika ada sesuatu yang salah atau sesuatu yang kurang.Tanpa sadar gaya mereka memang mudah sekali melekat pada batita dan tidak mustahil akan selamanya. Sekali lagi: Apalah arti mainan?
Tapi ternyata artinya lebih dari sekedar mainan. Beberapa waktu yang lalu beredar di internet polemik tentang Teletubbies.
Ada seorang pastor menggugat sosok Tinky Winky yang seperti banci: suara berat tapi suka sekali pada dompet. Menurut salah seorang pengamat media anak, penggambaran sosok laki-laki (suara yang berat) dengan memakai dompet merah seperti itu, khas dompet kaum ibu di Inggris raya, bahkan seperti tas tangan Ratu Elizabeth pada acara-acara sosial, sangat feminin. Pada awalnya pastor tsb-pun digugat balik oleh para pendukung Teletubbies dengan berdalih bahwa dompet Tinky Winky adalah “magic bag” alias dompet ajaib, jadi buat apasih diributkan? Itu kata mereka (it’s nothing important), sekali lagi: Namanya juga mainan khayal apapun boleh. Tetapi apakah benar begitu saja?
Ternyata semakin banyak yang terungkap dalam polemik yang kemudian juga melibatkan berbagai pengamat media anak di daratan Eropa dan Amerika. Info lain yang masuk semakin mengejutkan:
1)Warna Tinky Winky adalah warna kesayangan kaum gay
2)Antena Tinky adalah simbol Gay atau lesbian (jika dibalik)
3)Antena Dipsy adalah simbol (maaf) kelamin laki-laki.
4)Antena Po simbol perempuan
Bahkan dari jalan cerita salah satu filmnya, jelas menunjukkan sebuah niat untuk memperkenalkan tingkah laku para homosex, yaitu Tinky Winky berebut rok dengan La Laa dan diperbolehkan oleh si Matahari (yang di dalam Teletubbies Land dianggap sebagai simbol pengganti semua otoritas dunia manusia, yaitu otoritas orangtua, guru dll termasuk Tuhan!). Jadi ada satu lagi yang diajarkan di sini: re-definisi atas simbol-simbol otoritas!
Selama ini kaum homosex sedang bergelut untuk minta pengakuan dunia bahwa homosexual adalah sebuah kecenderungan sejak lahir (dalam bahasa Islam disebut fitrah, sebagaimana ketertarikan laki-laki terhadap perempuan). Mereka menggugat agar punya gereja sendiri dan bisa menikah resmi dengan pasangannya, mereka juga menggugat agar masyarakat menerima mereka sebagaimana menerima para cacat mental atau orang buta. Innocent!Tanpa dosa!
Sejauh ini sudah ada gereja-gereja dan pendeta-pendeta yang cukup ‘gila’ untuk mengakui mereka kemudian mau menikahkan pasangan gay atau lesbian, tetapi tetap saja Kepausan di Roma menolak dan mengkucilkan pendeta dan gereja yang menyimpang. Otoritas agama seperti itu amat di tentang oleh kaum gay dan dianggap melanggar ‘hak asasi mereka’. Kemudian inilah yang kita lihat, sebuah usaha untuk mulai mengubah tata nilai manusia dengan mendidik batita dengan bahasa batita.
Agaknya mereka berharap bahwa dengan mengajarkan batita “kesamaan dan persamaan” bagi mereka dan segala tingkah laku menyimpangnya, maka 20 tahunan lagi mereka akan diakui sebagai sebuah komunitas yang sah, sebagaimana sekarang orang Amerika menganggap sah adanya komunitas negro atau hispanik di Amerika Serikat.Globalisasi telah membuat Teletubbies ini bukan hanya nge-top di negeri asalnya Inggris (pertama kali diluncurkan sebagai program Unesco di stasiun TV PBS dan kemudian BBC), tapi juga segera merambah ke seluruh dunia. Keberhasilan mereka terletak pada bahasa komunikasi yang mereka gunakan.
Para aktornya telah susah payah diajarkan bagaimana bertingkah laku, berbicara dan bergerak seperti Batita (toddler). Mengingat betapa sedikitnya film-film yang mendidik yang benar-benar bisa bicara dengan batita, saya akui teknik mereka dalam berkomunikasi dengan batita amat canggih. Meskipun kita, sebagai orang dewasa akan merasa ganjil dengan gaya Teletubbies (seperti kesan yang saya dapatkan yaitu seperti orang cacat mental), tetapi bagi batita mereka betul-betul mewakili dunianya. Penuh warna, main kejar-kejaran, banyak bunga dan binatang tak berbahaya, lapangan luas dan matahari yang bersinar cerah.
Absennya sosok penting bagi batita ternyata merupakan sebuah kesengajaan demi melancarkan misi kaum gay. Sosok yang hilang adalah sosok orangtua. Biasanya, bagi batita sosok ‘mama’ atau ‘papa’ amat lekat dengan dunia mereka. Dalam Teletubbies Land, sosok itu ditiadakan (baik mama maupun papa) karena sosok-sosok inilah yang mulai menanamkan nilai-nilai tradisi dan ideologi kepada anak termasuk agama dan nilai sosial masyarakat sejak kecil.
Inilah yang sedang ‘dimusuhi’ kaum gay, karena biasanya orangtua-lah yang memperingatkan anaknya jika berada dekat-dekat dengan gay, takut ketularan Aids maupun takut terbawa perilaku mereka. Nah, dalam Teletubbies Land tak perlu ada orangtua, anak-anak bisa hidup mandiri dan tetap gembira tanpa mama atau papa sebagai sosok otoritas. Jika ada sesuatu yang tidak beres, ada sosok lain yang punya tugas khusus, yaitu Nu-Nu si Vacum Cleaner, sebagai sosok pelayan yang membereskan apa yang di kacaukan atau dibuat berantakan oleh para Teletubbies. Jadi tak perlu mama.
Satu-satunya sosok otoritas yang dibolehkan ada adalah sosok matahari dengan wajah bayi (sebagaimana wajah para pemirsa). Jadi dalam Teletubbies Land sosok otoritasnya berada dalam posisi yang sedikit banyak ‘sejajar’ dengan para Teletubbies maupun penonton: sama-sama bayi! Dan sang ‘matahari bayi’ tadi mengajarkan: boleh saja boys (laki-laki, yaitu Tinky Winky) memakai rok ballet berenda bergantian dengan La Laa dan yang lain. Jadi ‘boys’ dan ‘girls’ boleh bertukar peran, karena dalam Teletubbies Land jenis kelamin tidak penting dan boleh gantian! That’s it !!
Ini adalah sosialisasi awal yang amat-amat halus dan canggih dengan sasaran yang amat tepat: anak yang sangat kecil yang putih bersih bagai kertas kosong. Bahkan ada pengamat media lain yang mensinyalir bahwa matahari bayi yang digambarkan dalam serial ini diambil dari mitos-mitos para penyembah berhala, Yunani, Persia dan Hindu. Seolah para pencipta Teletubbies ingin menciptakan Dewa baru bagi manusia, yaitu dewa yang menerima gay sebagai kewajaran dalam hidup.
Wah-wah wah, apalagi yang lebih berbahaya? Perilaku kaum Luth, penghilangan fungsi lembaga keluarga (bapak dan ibu) serta penyembahan berhala.
Masih bisa diamati lebih lanjut, yaitu apa saja celotehan dan tingkah laku para Teletubbies sebenarnya sarat dengan istilah-istilah khas dunia mesum dan dunia gay. Tentunya para ‘pakar kemesuman’ lebih bisa menjelaskannya dari saya. Wallahua’lambishshowwaab (eramuslim)
Penulis: Saisyahn Bachtir
mihsat@hotmail.com